Mata
Kuliah :
PMM-B
Dosen :
Haderiah SKM., M.Kes
LAPORAN USAP ALAT MAKAN
Oleh:
EKA WAHYUNI
PO.71.3.221.13.1.012
II.A
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D III
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam penyehatan makanan dan minuman,
kebersihan alat makan merupakan bagian yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap kualitas makanan dan minuman. Alat makan yang tidak dicuci dengan
bersih dapat menyebabkan organisme atau bibit penyakit yang tertinggal akan
berkembang biak dan mencemari makanan yang akan diletakkan di atasnya.
Angka kuman dan adanya bakteri coli pada permukaan alat
makan yang telah dicuci dapat diketahui dengan melakukan uji dengan cara usap
alat makan pada permukaan alat makan.
Uji sanitasi alat makan atau alat masak perlu
dilakukan untuk mengetahui tingkat kebersihan alat tersebut. Sehingga melalui
uji sanitasi alat tersebut, petugas inspeksi dari dinas kesehatan dapat
menetapkan apakan alat makan tersebut sudah layak digunakan atau belum. (Anonim
2010)
Salah satu sumber penularan penyakit dan penyebab
terjadinya keracunan makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat
higiene. Keadaan higiene makanan dan minuman antara lain dipengaruhi oleh
higiene alat masak dan alat makan yang dipergunakan dalam proses penyediaan
makanan dan minuman. Alat masak dan alat makan ini perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan mikrobiologi usap alat makan meliputi pemeriksaan
angka kuman. (Tiksundari 2013)
Sanitasi alat makan dimaksudkan untuk
membunuh sel mikroba vegetatif yang tertinggal pada permukaan alat. Agar proses
sanitasi efisien maka permukaan yang akan disanitasi sebaiknya dibersihkan dulu
dengan sebaik-baiknya Pencucian dan tindakan pembersihan pada peralatan makan
sangat penting dalam rangkaian pengolahan makanan. Menjaga kebersihan peralatan
makan telah membantu mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi terhadap
peralatan dilakukan dengan pembersihan peralatan yang benar ).
B.
TUJUAN
1.
Agar dapat diketahui tingkat kebersihan dari alat makan dan alat masak
2.
Agar dapat memantapkan petugas dalam melakukan pengawasan
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
MAKANAN
1. Pengertian Makanan
Makanan
adalah semua substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air dan obat –
obatan dan substansi – substansi yang diperlukan untuk pengobatan (Anwar dalam
Pohan 2009: 18).
Makanan
sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi mengandung zat hidrat arang,
protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan
persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara
penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan. Makanan
sehat selain ditentukan oleh kondisi sanitasi juga di tentukan oleh macam
makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral
(Mukono, 2006 ).
Agar
makanan sehat maka makanan tersebut harus bebas dari kontaminasi. Makanan yang
terkontaminasi akan menyebabkan penyakit yang dikenal dengan food borne
dsease
2. Pengertian Sanitasi Makanan
Sanitasi
makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap
bersih, sehat dan aman (Mukono,2006).
Diperlukan
penerapan sanitasi makanan untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat – zat
yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
Usaha
– usaha sanitasi meliputi kegiatan – kegiatan :
a. Keamanan
makanan dan minuman yang disediakan
b. Higiene
perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan oleh karyawan yang
bersangkutan
c. Keamanan
terhadap penyediaan air
d. Pengelolaan
pembuangan air limbah dan kotoran
e. Perlindungan
makan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian dan
penyimpanan
f. Pencucian,
kebersihan dan penyimpanan alat-alat/ perlengkapan.
Dalam
Permenkes No. 1096 Tahun 2011 telah ditetapkan makanan yang dikonsumsi harus
higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia dan bakteri.
Sanitasi
makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia
dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak
mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik.,
temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari
kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu di perhatikan
susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan (Mulia, 2005).
Sanitasi
makanan yang buruk disebabkan oleh factor kimia karena adanya zat – zat kimia
yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat – obat
penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat – obat pertanian untuk kemasan
makanan dan lain – lain (Mulia, 2005).
Sanitasi
makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya
kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi
makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan
tersebut (Mulia, 2005).
3. Higiene
dan Sanitasi Makanan
Higiene
sanitasi makanan merupakan bagian yang penting dalam proses pengolahan makanan
yang harus dilaksanakan dengan baik (Fathonah, 2005).
Menurut
Permenkes No. 942 Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
4. Gangguan
Kesehatan Akibat Makanan
Gangguan
kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi keracunan
makanan, dan penyakit bawaan makanan (Slamet dalam Mulia, 2005).Keracunan
makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan
itu sendiri maupun oleh racun yang ada didalam panganan akibat kontaminasi.
Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah,
udara, manusia dan vektor. Apabila racun tadi tidak dapat diuraikan, dapat
terjadi bioakomulasi didalam tubuh mahluk hidup melalui rantai makanan (Mulia,
2005).
Penyakit
bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat terpisahkan secara nyata dari
penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan adalah
penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang
terkontaminasi mikroba pathogen, kecuali keracunan (Mulia, 2005).
Peran
makanan dalam penyebaran penyakit, adalah :
a. Makanan
sebagai penyebab penyakit (agent)
Makanan sebagai penyebab penyakit bisa terjadi
apabila dalam makanan tersebut sudah mengandung bahan yang menjadi penyebab langsung
suatu penyakit, misalnya jamur beracun, ikan beracun dan adanya racun yang
secara alamiah sudah mengandung racun.
b. Makanan
sebagai pembawa penyakit (Vehicle)
Makanan dapat sebagai pembawa penyakit apabila
makanan tersebut tercemar oleh bahan yang membahayakan kehidupan, misalnya mikroorganisme
dan bahan kima beracun. Semula makanan tidak berbahaya namun setelah
terkontaminasi oleh mikriorganisme atau bahan kimia beracun maka akhirnya
makanan tersebut berbahaya bagi kesehatan.
c. Makanan
sebagai media
Makanan yang terkontaminasi dengan keadaan suhu dan
waktu yang cukup serta kondisi yang memungkinkan suburnya mikrooorganisme atau
kuman penyakit, maka makanan akan menjadi media yang menguntungkan bagi kuman
untuk berkembang biak dan apabila dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan
(Mukono, 2002).
Beberapa
penyakit yang berhubungan dengan aspek hygiene makanan atau minuman. Penyakit
yang berhubungan dengan unsur makanan atau minuman lazim disebut sebagai water
and food borne disease. Penyakit yang ditularkan oleh mikro-organisme yang ada
pada makanan/minuman tersebut biasanya berupa penyakit infeksi. Dibawah ini
adalah mikroorganisme penyebab food and water borne disease (Mukono, 2002).
Menurut
Anwar dalam Pohan 2009 membagi food borne disease dalam 6 kategori yaitu :
1) Food
Infection
Adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan, karena
didalam makanan terdapat bakteri pathogen. Misalnya adalahan bakteri Shigella
sp yang dapat menyebabkan penyakit Basilary disentry, bakteri Coryne menyebabkan
Haemolitic Infection, Mycobakterium tuberculosa menyebabkan penyakit TBC,
salmonella typosa menyebabkan penyakit paratypus dan typus.
2) Parasitic
infection
Yaitu penyakit yang disebabkan oleh Karena didalam
makanan terdapat parasit dari pathogen. Contohnya adalah Entamoeba hystolitica menyababkan
Amoeba dysentri, Taenia saginata menyebabkan Taenasis (beef), dan Taenia solium
menyebabkan Taenasis (pork).
3) Food
Intoxication
Yaitu penyakit yang disebabklan oleh makanan,karena
dalam makanan terdapat toksin (racun) yang berasal dari bakteri. Contoh antara lain
: Clostridium botulium penyebab Botulism, Enteri toxin mengakibatkan
Clostridium Welchii Poisoning.
4) Physical
Yaitu penyakit yang disebabkan oleh karena adanya
pengaruh dari kegiatan sekitarnya dan benda – benda asing. Contohnya adalah :
Ionozing Radiation yang menyebabkan Radiation Poising.
5) Chemicals
Adalah penyakit keracunan yang disebabkan karena
adanya zat kimia beracun pada makanan. Contohnya Antonomy mengakibatkan Antonomy
Poisoning, insectisida / Rodentisida penyebab Arsenic Poisoning, pestisida
mengakibatkan Lead Poisoning.
6) Poisoning
of Plant and Animals
Adalah penyakit yang disebabkan adanya racun atau zat
yang berasal dari makanan itu sendiri, baik makanan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan
maupun yang berasal dari hewan. Contohnya : Ricin (Caster bean toxin) dapat
mengakibatkan Caster bean poisoning, Fungus of ryc menyebabkan Ergotion,
Solonin menyebabkan Solonin leave poisoning.
B.
HIGIENE DAN SANITASI
1.
Pengertian Higiene
Higiene
adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha
untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan (Ensiklopedia Indonesia
dalam Fathonah, 2005). Higiene juga mencakup upaya perawatan kesehatan dini,
termasuk ketepatan sikap tubuh. Upaya hygiene mencakup perlunya perlindungan
bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan makanan agar terhindar dari
sakit, baik yang disebabkan oleh penyakit pada umumnya, penyakit akibat
kecelakaan ataupun penyakit akibat prosedur kerja yang tidak memadai (Fathonah,
2005 : 1).
Apabila
ditinjau dari kesehatan lingkungan, higiene adalah usaha kesehatan yang
mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya
mencegah timbulnya penyakit karena factor lingkungan. Pengertian tersebut
termasuk pula upaya melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehtan
manusia., sedemikian rupa sehingga berbagai factor lingkungan yang tidak
menguntungkan tidak sampai menimbulkan penyakit (Fathonah, 2005).
2.
Pengertian Sanitasi
Sanitasi
dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan
atau mengatur faktor – faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai
perpindahan penyakit tersebut (Fathonah, 2005: 1).
3. Pemeriksaan
Higiene Sanitasi
Menurut
Permenkes RI No. 1096 : Pemeriksaan higiene sanitasi dilakukan untuk menilai
kelaikan persyaratan teknis fisik yaitu bangunan, peralatan dan ketenagaan
serta persyaratan makanan dari cemaran kimia dan bakteriologis. Nilai pemeriksaan
ini dituangkan di dalam berita acara kelaikan fisik dan berita acara pemeriksaan
sampel/specimen.
Pemeriksaan
laboratorium terdiri dari :
a. Cemaran
kimia pada makanan negative
b. Angka
kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan
c. Angka
kuman pada peralatan makan 0 (nol)
d. Tidak
diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada penjamah makanan yang
diperiksa (usap dubur/rectal swab)
C.
HUBUNGAN SANITASI RUMAH MAKAN DENGAN PENYAKIT
Sanitasi tempat umum merupakan prioritas
dalam penanganannya, hal tersebut disebabkan karena tempat umum merupakan
tempat yang mempunyai impotensi untuk penyebaran penyakit. Oleh sebab itu
memerlukan penatalaksanaan yang spesifik agar tidak menimbulkan masalah
kesehatan
masyarakat (Mukono, 2002:41)
Rumah makan atau restoran merupakan salah
satu tempat yang banyak dikunjungi oleh masyarakat umum dengan demikian
memerlukan perhatian khusus dibidang sanitasi. Sanitasi yang tidak memerlukan
persyaratan akan menimbulkan masalah kesehatan, dianataranya adalah water and
food borne disease dan munculnya vektor penyakit. Hal ini dapat kita lihat dari
adanya kejadian-kejadian/ wabah penyakit perut yang justru disebabkan oleh
kelalaian
dari pengusahan restoran yang kurang mengerti masalah
kebersihan dalam penyelenggaraan makanan dan minuman. (Mukono,2002:41)
Sanitasi rumah makan berpengaruh terhadap
timbulnya penyakit khususnya penyakit water and food borne disease. Dipandang
dari aspek kesehatan lingkungan tempat pengelolaan makanan yang tidak terjaga kebersihan
dan kesehatan lingkungannya akan berpengaruh pada kesehatan konsumen. Yang perlu
diketahui dalam pengelolaan makanan adalah diterapkannya kaidah dari prinsip
hygiene dan sanitasi makanan yang merupakan hal penting didalam kebersihan
pengelolaan makananan. Unsur penting yang perlu diikuti oleh para pengelola
adalah pengetahuan tentang penyehatan makanan (Mukono, 2002).
Pengelolaan makanan yang higienis ditentukan
oleh beberapa factor anatara lain :
1.
Faktor lingkungan (environmental sanitation) :
a.
Bangunan dan lokasi
b.
Peralatan untuk proses pengelolaan
c.
Perabotan kerja
d.
Fasilitas sanitasi
2.
Faktor manusia (personal hygiene) :
a.
Keadaan fisik tubuh dan pakaian yang dipakai
b.
Pengetahuan yang dimiliki
c.
Sikap atau pandangan hidup
d.
Perilaku atau tindakan yang biasa dikerjakan
3.
Faktor makanan (food hygiene) :
a.
Pemilihan bahan baku makanan
b.
Penyimpanan bahan makanan
c.
Pengelolaan makanan
d.
Penyimpanan makanan jadi
e.
Pengangkutan makanan
f.
Penyajian makanan (Mukono, 2002).
Usaha Pencegahan Rumah Makan/ Restoran tetap
sehat :
1)
Rumah makan/restoran harus mempunyai bank sampel untuk menyimpan sampel
makanan dalam lemari es selama 24 jam sebagai upaya kewaspadaan dini bila
terjadi keracunan makanan sehingga dapat dilacak untuk konfirmasi.
2)
Melakukan pemeriksaan berkala tiap semester (tiap 6 bulan), meliputi ;
a)
Pemeriksaan kesehatan penjamah termaksuk rectal swab
b)
Sampel makanan
c)
Sampel air
d)
Usap alat makan dan alat masak (Mukono, 2002).
Kegiatan
tersebut untuk mengetahui kualitas/tingkat pelaksanaan penyehatan makanan
secara laboratories dan sekaligus dapat berfungsi sebagai langkah pencegahan.
Air
adalah salah satu kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia. Dalam
kehidupan sehari – hari air diperlukan untuk mandi, mencuci, membersihkan dan
dalam proses pengolahan makanan (Fathonah, 2005: 71).
Penyakit
menular yang disebarkan oleh air secara langsung dalam masyarakat disebut
penyakit bawaan air atau water borne disease. Penyakit ini hanya dapat menyebar
apabila mikroba penyebabnya masuk kedalam air yang digunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya (Sarudji, 2010).
D.
PERALATAN MAKAN
1.
Pengertian Peralatan Makan
Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 304 Tahun 1989 Peralatan adalah segala macam
alat yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan. Perlindungan
terhadap peralatan makan dimulai dari keadaan bahan. Bahan yang baik adalah
bila tidak larut dalam makanan, mudah di cuci dan aman digunakan. Peralatan
utuh, aman dan kuat, peralatan yang sudah retak atau pecah selain dapat
menimbulkan kecelakaan (melukai tangan ) juga menjadi sumber pengumpulan
kotoran karena tidak dapat tercuci dengan sempurna (Depkes RI
dalam Pohan, 2009 : 23).
Demikian
pula bila berukir hiasan, hiasan merek atau cat pada permukaan tempat makanan
tidak boleh di gunakan. (Pohan, 2009:23)
2.
Pengawasan Peralatan Makan
Permukaan
peralatan makan seringkali menjadi sumber kontaminasi pada bahan pangan yang
diolah jika tidak dibersihkan dengan baik. Bahan yang digunakan untuk membuat
wadah atau peralatan dapat berupa stainless steel, plastik, kaca, keramik, kayu
bahkan batu (Fadila, 2001).
Sanitasi
yang diperlukan umumnya meliputi pencucian dan perlakuan sanitasi menggunakan
sanitaiser. Pencucian terutama dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran
dan sisa- sisa bahan yang diolah, sedangkan perlakuan sanitasi menggunakan
sanitaiser ditujukan untuk membunuh sebagian besar atau seluruh mikroorganisme
yang terdapat pada permukaan wadah atau peralatan pengolahan tersebut (Fadila,
2001).
Selain
air, dalam pencucian biasanya menggunakan deterjen untuk
mengemulsifikasi lemak dan melarutkan mineral
serta komponen- komponen larut lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang
digunakan harus memenuhi persyaratan tidak bersifat korosif dan mudah
dibersihkan dari permukaan (Fadila,2001).
Dalam
proses sanitasi, sanitaiser yang sering digunakan adalah uap panas, air panas,
halogen (khlorin atau iodine). Jenis sanitaiser, konsentrasi yang digunakan,
suhu dan metode yang diterapkan bervariasi tergantung dari jenis wadah dan alat
yang dibersihkan maupun jenis mikroorganisme yang akan dibasmi (Fadila, 2001).
Untuk
mengetahui kesempurnaan perlakuan sanitasi terhadap suatu wadah atau peralatan
pengolahan maka permukaan dari peralatan tersebut diuji secara mikrobiologis.
Tergantung dari bentuk wadah atau peralatan yang akan diuji, terutama beberapa
metode uji, misalnya untuk botol atau wadah yang permukaannya cekung diterapkan
metode bilas sedangkan peralatan pengolahan dengan permukaan relative datar
digunakan metode usap atau swap (Fadila, 2001).
3.
Persyaratan Peralatan Makan
Adapun
persyaratan peralatan makan menurut permenkes No. 304 tahun 1989 yaitu :
a.
Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan
zat beracun yang melebihi ambang batas sehinga membahayakan kesehatan antara
lain:
1)
Timah (Pb)
2)
Arsenikum (As)
3)
Tembaga (Cu)
4)
Seng (Zn)
5)
Cadmium (Cd)
6)
Antimon (Sb)
b.
Peralatan tidak rusak, gompel, retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap
makanan
c.
Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut mati,
rata halus dan mudah dibersihkan.
d.
Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.
e.
Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh
mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung
E. coli per cm2 permukaan air.
f.
Cara pencucian alat harus memenuhi ketentuan:
1)
Pencucian peralatan harus menggunakan sabun/detergen air dingin, air
panas, sampai bersih.
2)
Dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm atau iodophor
12,5 ppm air panas 80 °C selama 2 menit.
g.
Pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan: Peralatan yang sudah didesinfeksi
harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan
sinar matahari atau sinar buatan/mesin dan tidak boleh dilap dengan kain.
h.
Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan:
1)
Semua peraalatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan
kering dan bersih.
2)
Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus
dibalik.
3)
Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak.
4)
Laci-laci penyimpanan peralatan peralatan terpelihara kebersihannya. Ruang
penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dan sumber
pengotoran/kontaminasi dari binatang perusak (Depkes RI, 1989).
4.
Sarana Tempat Pencucian Peralatan
Persyaratan Tempat mencuci peralatan menurut
Permenkes No 309 tahun 1989 yaitu :
a.
Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan.
b.
Air untuk keperluan pencucian dilengkapi dengan air panas dengan suhu 40
derajat Celcius - 80 derajat Celcius dan air dingin yang bertekanan 15 psi
(1,2kg/cm2). Tempat pencuci peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air
limbah.
c.
Bak pencucian sedikitnya terdiri dan 3 (tiga) bilik/bak pencuci yaitu
untuk mengguyur, menyabun membilas.
Bahan
makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat dapur yang kotor. Oleh
karena itu, pencucian alat dapur seharusnya mendapatkan perhatian yang sungguh
– sungguh (Widyati & Yuliarsih, 2002).
Pencucian
perlengkapan dapur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual dan
machine (Widyati & Yuliarsih, 2002).
a.
Pencucian dengan cara manual adalah sebagai berikut :
1)
Pertama, menggunakan bak cuci yang terdiri dari dua bak. Bak pertama
digunakan untuk merendam alat dapur yang kotorannya telah disingkirkan, didalam
air panas bertemperatur sekitar 40-50 c dengan campuran sabun atau detergen.
2)
Bak yang kedua digunakan untuk membilas dengan menggunakan air yang
panas sekali dengan temperature 770 C-820C.
3)
Untuk mencapai hasil yang baik diperlukan pembilasan sebanyak dua kali,
kemudian diletakkan pada rak – rak hingga kering. Jadi, sebaiknya tidak
dikeringkan dengan menggunakan kain pengering tersebut karena mengandung
bakteri – bakteri yang disebabkan penggunaan kain tersebut berkali- kali.
4)
Cara yang terbaik adalah pengeringan dengan menggunakan kertas pengering
yang hanya dapat digunakan sekali untuk setiap pemakaian.
5)
Bak cuci sebaiknya terbuat dari stainless steel serta dilengkapi dengan
keran air panas dan dingin. Selain dengan bak cuci dapat juga digunakan mesin
pencuci (washing machine), yang alatnya didesain khusus untuk alat dapur.
b.
Pencucian dengan washing machine adalah sebagai berikut :
1)
Alat – alat kotor yang sudah dibersihkan dari sisa makanan dimasukkan
kedalam kotak mesin cuci, lalu di tutup dan dinyalakan mesinnya.
2)
Secara otomatis alat tersebut akan menyemburkan air panas yang sudah
mengandung sabun untuk beberapa saat, lalu pembilasan dan terakhir pengeringan.
3)
Alat pencuci piring dan gelas yang digunakan untuk penyelenggaraan
makanan bagi orang banyak biasanya menggunakan alat pencuci yang menggunakan
alat pencuci yang memakai conveyor (ban berjalan). Dengan perincian sebagai
berikut :
a)
Bak terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bak pertama untuk membersihkan
dan mencuci, bak kedua untuk pembilasan awal, dan bak ketiga untuk pembilasan
terakhir.
b)
Cara penggunaannya ialah sisa-sisa makanan yang terdapat di piring
dibuang, kemudian piring diletakkan pada rak plastic khusus untuk piring, rak
plastik khusus untuk piring, rak plastic berbentuk segi empat dan tahan panas
dan bila dicuci berupa gelas maka bibir gelas menghadap ke atas.
c)
Rak tersebut diletakkan di conveyor dan secara otomatis rak akan
berjalan ke arah mesin pencuci dan pintu masuk ke alat-alat tersebut ditutup
dengan sejenis tirai yang terbelah-belah. Hindari pekerja dari semburan dari
bak yang satu ke bak yang lainnya sehingga tidak bercampur yang mengakibatkan kotornya
piring-piring dan gelas yang sedang dibilas.
d)
Rak-rak ini berjalan menuju bak pertama. Pada bak pertama ini akan
menyembur air yang mengandung detergen dari arah nilon yang bergerak secara
otomatis dengan tujuan untuk membantu membersihkan sisa-sisa kotoran yang
tertinggal di piring. Temperatur air berkisar 66 0C – 82oC, lalu rak berjalan ke
arah bak kedua untuk pembilasan awal dan temperature berkisar 66 0C – 82oC serta
pada bak ini air pembilas diberi klorin sebanyak 40 ppm sebagai desinfektan.
e)
Terahir rak berjalan menuju bak ketiga untuk pembilasan kedua serta
pengeringan. Proses pencucian berlangsung cepat sekali berkisar antara 40-45
detik
f)
Bersih atau tidaknya hasil cucian bergantung pada ketepatan temperatur
air yang digunakan pada masing-masing bak, tekanan air keluar yang digunakan
untuk menyemprot piring dan gelas, danjenis detergen yang dipakai.
5.
Teknik Pencucian Peralatan Makan
Menurut
Departemen Kesehatan RI 2006, tehnik pencucian yang benar akan memberikan hasil
pencucian yang aman dan sehat. Tahap – tahap pencucian yang perlu di ikuti agar
hasil pencucian sehat dan aman adalah sebagai berikut :
a.
Scraping (membuang sisa kotoran), membersihkan sisa kotoran dengan sisa
– sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan di cuci, seperti sisa
makanan di atas piring, gelas, sendok dll. Kotoran tersebut di kumpulkan di
tempat sampah (kantong plastik) selanjutnya di ikat dan dibuang di tempat
sampah yang kedap air (drum/tong plastic yang tertutup). Penanganan sampah yang
rapi perlu diperhatikan untuk mencegah pengotoran pada pencucian yang berakibat
tersumbatnya suluran limbah.
b.
Flusing (merendam dengan air), yaitu mengguyur air pada peralatan yang akan
dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan. Sebelum peralatan yang
dicuci telah dibersihkan dari sisa makanan dan ditempatkan pada bak yang
tersedia, sehingga perendaman dapat berlangsung sempurna. Perendaman peralatan
dapat juga dilakukan tidak dalam bak, tetapti kurang efektif, karena tidak
tidak seluruh bagian alat dapat terendam dengan sempurna. Perendaman di maksud
untuk member kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang menempel atau mengeras
(karena sudah lama) sehingga mudah untuk dibersihkan atau terlepas dari
permukaan alat.
c.
Washing (mencuci dengan detergen), yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok
atau melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atu detergen. Detergen yang
baik yaitu terdiri dari detergen cair ayau bubuk, karena detergen sangat mudah
larut dalam air, sehingga sedikit kemungkinan membekas pada alat yang dicuci.
Pada tahap ini digunakan sabun, tapas atau zat pembuang bau (abu gosok, arang
atau air jeruk nipis)
d.
Rinsing (membilas dengan air), yaitu memcuci peralatan yang telah digosok
getergen sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih. Pada tahap ini
penggunaan air harus banyak, mengalir dan selalu diganti. Setiap peralatan yang
dibersihkan dibilas dengan cara menggosok-gosok dengan tangan sampai terasa
kesat, tidak licin. Bila mana masih terasa licin berarti pada peralatan
tersebut masih menempel sisa-sisa detergen dan kemungkinan mengandung bau amis
atau anyir.
e.
Sanitizing/Disinfection (membebashamakan), yaitu tidak untuk tidak untuk
membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang selesai
dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara sanitasi atau yang dikenal
dengan istilah desinfeksi.
Cara desinfeksi yang umum dilakukan yaitu :
1)
Dengan rendaman air panas 1000C selama 2 menit
2)
Dengan larutan klor aktif (50 ppm)
3)
Dengan udara panas (oven)
4)
Dengan sinar ultraviolet (sinar matahari pagi jam 9 sampai jam 11) atau
peralatan elektrik yang menghasilkan sinar ultraviolet.
5)
Dengan uap panas (stem) yang biasanya terdapat pada mesin cuci piring (dishwashing
machine)
f.
Toweling (mengeringkan), yaitu mengusap kain lap bersih atau mengeringkan
dengan menggunakan kain atau handuk dengan maksud untuk menghilangkan sisa –
sisa kotoran yang mungkin masih menempel sebagai akibat proses pencucian
seperti noda detergen, noda klor, dan sebagainya. Sebenarnya kalau proses
pencucian berlangsung dengan baik, noda – noda itu tidak boleh terjadi. Noda
bisa terjadi pada mesin-mesin pencuci. Prinsip menggunakan lap pada alat yang
sudah dicuci bersih sebenarnya tidak boleh digunakan, karena akan terjadi
pencemaran sekunder (rekomendasi). Towelling dapat dilakukan dengan syarat
bahwa lap yang digunakan harus steril serta sering diganti. Penggunaan lap yang
paling baik adalah yang sekali dipakai /single use (Depkes RI dalam Pohan,2009).
BAB III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
A.
JENIS PRAKTIKUM
Jenis praktikum kali ini yaitu “Pengambilan
Contoh Usap Alat Makan, Pemeriksaan Kuman Golongan Coli serta Pemeriksaan
Timbal (Pb) dan Arsen (Ar) pada makanan di lesehan damai jl. Perintis kemerdekaan
B.
WAKTU DAN LOKASI PRAKTIKUM
Hari, tanggal :
Senin – Rabu, 4 – 6 Mei 2015
Pukul :
13.00 WITA - selesai
Lokasi :
Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Kesehatan
C.
ALAT DAN BAHAN
1. Pembuatan Bahan dan Pensterilan Alat Pemeriksaan
a.
Alat
·
Erlemeyer
·
Gelas ukur
·
Batang pengaduk
·
Timbangan analitik
·
Oven
·
Autoclave
·
Kompor
·
Lidi
·
Kapas
·
Koran
·
Kertas cokelat
b.
Bahan
·
NaCL 0,09%
·
Pepton
·
Nutrient Agar
·
Aquadest
·
Telur
2.
Pengusapan Alat Sampel
a.
Alat
·
Rak tabung
·
Lampu spritus
·
Lidi kapas
·
Kertas jendela
·
Termos
·
Korek api
·
Label
·
Gunting
b.
Bahan
·
Pepton 9 ml
·
Alcohol
·
Sampel alat (sendok, piring, dan mangkok)
3.
Pemeriksaan di Laboratorium
a.
alat
·
Pipet ukur
·
Petridish
·
Lampu spritus
·
Tabung reaksi
·
Rak tabung
·
Lampu spritus
·
Balp
·
Incubator
·
Label
·
Coloni counter
b.
bahan
·
NaCL 0.09%
·
Pepton
·
Natrium agar
4.
Pemeriksaan Kuman Golongan Coli
a.
Alat
·
Tabung reaksi
·
Gelas ukur
·
Pipet Ukur
·
Beacker Glass
·
Tabung Durham
·
Incubator
·
Lampu Spritus
·
Balp
b.
Bahan
·
Aquades
·
Sampel Air (sumur, pam, minum)
·
BGLB
·
EMB Agar
·
TSL
·
SSL
5.
Pemeriksaan Timbal (Pb)
a.
Alat
·
Beacker glss
·
Batang pengaduk
·
Alu
·
Spoit
·
Alcohol
·
Timbangan
b.
Bahan
·
Reagen Pb 1
·
Reagen Pb 2
·
Aquades
·
Sampel
6.
Pemeriksaan Arsen (As)
a.
Alat
·
Beacker glass
·
Batang pengaduk
·
Alu
·
Spoit
·
Timbangan
b.
Bahan
·
Alcohol
·
Reagen as 1
·
Reagen as 2
·
Aquades
·
Sampel
D.
PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan bahan dan pensterilan alat pemeriksaan
a)
Tentukan terlebih dahulu kebutuhan nutrient agar, pepton dan NaCL 0,09%
untuk semua kelompok
b)
Siapkan alat dan bahan
c)
Timbang 3 kertas timbang terlebih dahulu untuk wadah penimbangan bahan
d)
Kemudian timbang masing-masing kebutuhan bahan sesuai kebutuhan
e)
Setelah itu, taruhlah bahan di dalam erlemenyer
f)
Tambahkan aquadest kedalam bahan sesuai kebutuhan
g)
Aduk bahan sampai tercampur / terlarut betul dengan aquadest
h)
Khusus untuk nutrient agar, harus didihkan terlebih dahulu diatas kompor
hingga warna nutrient agar seperti bening minyak goreng
i)
Kemudian masukkan pepton 5 ml ke dalam tabung reaksi dan 9 ml NaCL 0,09%
ke dalam tabung reaksi yang berbeda dan ditutup dengan kapas
j)
Setelah itu, di lanjutkan dengan pembuatan lidi kapas dengan cara
memisahkan putih telur dengan kuningnya, kemudian lidi di olesi putih telur
dengan tujuan kapas menempel pada lidi dan dibungkus dengan kertas coklat.
k)
Setelah pembuatan bahan telah selesai semua , maka semua bahan
dimasukkan ke dalam autoclave 121ºC selama 45 menit.
l)
Dan memasukkan pula alat pemeriksaan (pipet ukur, petridish, lidi kapas)
kedalam oven 105ºC selama 2 jam.
2. Pengusapan sampel
a)
Siapkan alat dan bahan
b)
Masukkan lidi kapas, pepton, kertas jendela, lampu spritus, korek api,
alcohol ke dalam termos
c)
Sebelum pengusapan di mulai, ingat disini harus memakai prinsip steril
d)
Nyalakan lampu spritus
e)
Tangan dipakaikan alcohol dan tempat disterilkan terlebih dahulu
f)
Plumbir tabung reaksi yang berisi pepton
g)
Celupkan lidi kapas kedalam tabung reaksi dan keluarkan kembali tetapi
diperas terlebih dahulu
h)
Kemudian masing-masing lidi kapas diusapkan ke setiap jenis sampel
dengan cara 1x pengusapan dengan standar kertas jendela
i)
Setelah itu, masukkan kembali lidi kapas ke dalam tabung reaksi dengan
cara di patahkan dan diplumbir terlebih dahulu sebelum dan sesudah ditutup kapas.
j)
Membawa peralatan kembali ke laboratorium untuk pemeriksaan selanjutnya.
3. Pemeriksaan dilaboratorium
a)
Siapkan alat dan bahan
b)
Nyalakan lampu spritus
c)
Tangan dipakaikan alcohol dan tempat disterilkan terlebih dahulu
d)
Ambil 1 ml pepton, masukkan kedalam NaCL1 dan di isap lepas
kemudian di pindahkan ke petridish P1 dan jangan lupa diplumbir
e)
Ambil lagi 1 ml NaCL1 dan dipindahkan ke NaCL2 dan di isap lepas kemudian di pindahkan ke petridish
P2 dan jangan lupa diplumbir
f)
Lakukan pemindahan pepton dan NaCL untuk setiap jenis sampel
g)
Jangan lupa masukkan NaCL 1 ml ke petridish untuk kontrol
h)
Setelah semua telah selesai, tambahkan 15 ml nutrient agar kedalam petridish
12
i)
Tunggulah hingga mendingin dan mengeras, petridish dibalik dan dieramkan
ke dalam incubator dengan suhu 37ºC selama ± 1 X 24 jam
j)
Keesokan harinya, dilakukan pembacaan dan dimasukkan kedalam rumus
sebagai berikut:
Rumus : (10-1 – C) X 10 + (10-2 – C) X 100
2
Keterangan
: C = Kontrol
P1 = Kode pengenceran
1
P2 = Kode pengenceran 2
4.
Pemeriksaan Kuman Golongan Coli
a.
Tes Perkiraan
1.
Menyiapkan alat dan bahan
2.
Semua tabung-tabung media disusun rapi dalam rak tabung, dan diberi
tabnda yang sesuai agar bisa membedakan antara yang satu dengan yang lain.
Jangan lupa tanda yang sesuai dengan kode contoh dan porsi contoh yang dipilih,
serta tanggal pemeriksaan.
3.
Sampel dicampur atau dikocok sebanyak 25 kali.
4.
Memasukkan sampel masing-masing 10 mL TSL kedalam 3 tabung, 1 mL SSL
kedalam 3 tabung, 0,1 mL sampel. Pengisian tabung dilakukan secara aseptic.
5.
Diincubasi pada suhu 350C ± 0,50C selama 2x24 jam.
6.
Pembentukan gas diamati setiap 24 jam.
7.
Mengamati semua tabung, bila terbentuk gas dan asam berarti hasilnya
positif. Adanya asam dan gas disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri
coliform, asam dilihat dari perubahan warna ungu menjadi kuning dan gas dapat
dilihat dalam tabung Durham berupa gelembung udara.
8.
Banyaknya kandungan bakteri coliform dapat dilihat dengan menghitung
tabung yang menunjukkan reaksi positif dan lihat tabel MPN/JPT (Most Probable
Number/Jumlah
9.
Perkiraan Terdekat). Bila inkubasi 1 X 24 jam negatif, inkubasi
lanjutkan 2 X 24 jam.
10. Langkah-langkah tersebut di atas disebut
Presumtive Test atau uji kiraan.
b.
Tes Penegasan
1.
Semua tabung yang menunjukkan peragian positif pada tes perkiraan
dipindahkan 1-2 mata ose kemedia BGLB
2.
Dieramkan pada suhu 350C selama 2x24 jam
3.
Pembentukan gas dalam waktu 2x24 jam, dinyatakan sebagai tes penegasan
positif, pemeriksaan dilanjutkan kepemeriksaan lengkap
4.
Bila dalam 2x24 jam tidak terbentuk gas, tes penegasan dinyatakan
negative dan tidak dilanjutkan ke tes lengkap.
c.
Tes Lengkap (Complete Test)
1.
Semua tabung yang menunjukkan peragisan positif dalam test penegasan
digeserkan diatas EMB Agar
2.
Di eramkan pada suhu 350C selama 2x24 jam
3.
Dicari koloni yang tersangka, dipindahkan ke lactose dan agar miring
4.
Dieramkan pada suhu 350C selama 24 - 48 jam.
5.
Pemeriksaan Timbal (Pb) pada Makanan
Jalangkote
a.
Timbang sampel sebanyak
10 gr
b.
Lalu haluskan menggunakan alu
c.
Tambahkan aquades 50 ml
lalu aduk
d.
Masukkan 5 ml sampel ke
tabung menggunakan spoit
e.
Tetesi 3x reagen pb 1
f.
Masukkan kertas trip ke
dalam tabung
g.
Tunggu 1 menit
h.
Celupkan pada aquades
selama 1 detik
i.
Lalu angin-anginkan
selama 2 menit
j.
Bandingkan dengan
standar
6.
Pemeriksaan Arsen (As) pada Makanan
Jalangkote
a.
Timbang sampel sebanyak
10 gr
b.
Lalu haluskan menggunakan alu
c.
Tambahkan aquades 50 ml
lalu aduk
d.
Masukkan 5 ml sampel ke
tabung menggunakan spoit
e.
Tambahkan 1 sdk as 1
f.
Masukkan kertas trip ke
dalam tabung
g.
Tunggu selama 20 menit
lalu di goyang
h.
Angkat kertas lalu
celupkan ke dalam aquades selama 1 detik
i.
Lalu anging-anginkan
dan bandingkan dengan standar
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
1.
Pengusapan Alat Makan
Kontrol =
5
a.
Sendok
101 = 23
102 = 108
Rumus =
=
=
=
=
= 5240 koloni/cm2
b.
Mangkok
101 = 23
102 =
22
Rumus =
=
=
=
=
= 940 koloni/cm2
c.
Piring
101 = 27
102 = 0
Rumus =
=
=
=
=
= 110 koloni/cm2
2.
Pemeriksaan Kuman Golongan Coli
Tabung 10 ml =
2 tabung positif
Tabung 1 ml
= 0 tabung positif
Tabung 0,1 ml =
0 tabung positif
Berdasarkan tabel perkiraan terdekat jumlah
kuman golongan coli untuk kombinasi porsi 9 yaitu 9 per 100 ml .
3.
Pemeriksaan Timbal (Pb) pada Makanan
Jalangkote
Berdasarkan pemeriksaan timbal (Pb) pada
makanan jalangkoteyang telah dilakukan, maka di dapat hasil yaitu 0.
4.
Pemeriksaan Arsen (As) pada Makanan
Jalangkote
Berdasarkan pemeriksaan arsen (As) pada
makanan jalangkoteyang telah dilakukan, maka di dapat hasil yaitu 0.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengusapan Alat Makan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
maka dapat dianalisa bahwa pengusapan alat makan seperti sendok, piring dan
mangkok tidak memenuhi syarat hal tersebut dikarenakan jumlah kuman pada
peralatan melebihi ambang batas yang dimana Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa alat makan tidak boleh
mengandung bakteri lebih dari 0 koloni/cm2. Maka dapat dilihat bahwa sampel alat
makan yang diteliti dapat dikatakan tidak sehat
dan tidak layak untuk digunakan oleh
masyarakat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
tingginya hasil pemeriksaan alat makan pada warung bakso tersebut yaitu :
a. Bahan pencuci
Bahan
tidak bersih yang digunakan mencuci piring dapat mengkontaminasi peralatan
makan seperti spons dan detergen/sabun pencuci piring yang tidak sesuai.
b. Kualitas air pencuci
Pada
saat pencucian air yang digunakan tidak memenuhi kualitas secara fisik, kimia
dan mikrobiologi dapat mempengaruhi saat pencucian, misalnya secara biologi
masih mengandung ecoli maka peralatan makan tersebut dapat terkontaminasi.
c. Cara pencucian
Pada
saat pencucian seharusnya air yang digunakan yaitu air yang mengalir akan
tetapi kebanyakan masyarakat masih mencuci dengan wadah seperti ember/baskom
yang digunakan berkali-kali sehingga pencucian yang dilakukan kurang bersih sehingga
kuman dengan mudah dapat tumbuh dan berkembang.
d. Adanya sumber pencemaran kuman dan
arah angin
Sumber
pencemar dapat berasal dari seseorang apabila tidak memiliki personal hygiene
dengan baik sehingga dapat mengkontaminasi peralatan makan selain itu arah
angin juga dapat berpengaruh jikalau seseorang tersebut mengalami
infulensa/batuk saat melakukan pencucian.
e. Kondisi ruang penyimpanan, debu di
udara dan kelembaban ruangan
Tempat
penyimpanan peralatan makan yang sudah dicuci dapat terkontaminasi oleh debu
yang beterbangan disekitar dapur dan apabila kondisi sanitasi dapur kurang
bersih dan rapi makan vector akan datang dengan sendirinya.
f. Adanya sinar matahari langsung yang
masuk ke dalam ruang penirisan/ penyimpanan
Apabila
penyimpanan ditempatkan dekat dengan jendela atau sinar matahari langsung masuk
ke dalam ruangan maka peralatan makan tersebut maka bakteri/kuman dapat tumbuh
pada peralatan makan
g. Kondisi rak penyimpanan.
Kondisi
rak penyimpan yang tidak sesuai atau tidak di tata dengan rapi/dibiarkan
menumpuk tanpa pemisahan setiap jenis peralatan makan maka dapat terjadi
kontaminasi ataupun tumbuhnya kuman.
Adapun
faktor lain yang memungkinkan dapat
menyebabkan keberadaan kuman (bakteri) pada alat makan warung bakso tersebut
yaitu dapat pula dipengaruhi dari ketidaktelitian praktikan pada saat melalukan
percobaan, termasuk pelaksanaan praktikum yang tidak sesuai prinsip kerja,
dalam hal ini adalah kesalahan cara pengambilan sampel serta banyak berbicara
pada saat melakukan praktikum.
Akibat
kontaminasi bakteri terhadap alat makan akan mempengaruhi kesehatan meskipun
pada dasarnya tidak berhubungan langsung dengan makanan. Akan tetapi,
persyaratan higiene dan sanitasi makanan salah satunya ditentukan oleh
peralatan makanan. Hasil identifikasi kontaminasi bakteri patogen
pada alat makanan dan minuman menunjukkan bahwa penyebab
kontaminasi didominasi oleh bakteri
Bacillus cereus. Bakteri
lain yang ditemukan dalam
jumlah terbatas adalah E.coli,
Staphilococcus aureus dan Jamur (Melatiwati, 2010).
2.
Pemeriksaan Kuman Golongan Coli
Berdasarkan
pemeriksaan yang telah dilakukan maka dapat dianalisa bahwa air pada tabung 10
ml yang menghasilkan 2 positif tidak memenuhi standar hal tersebut dikarenakan
pada air bersih tidak boleh terdapat bakteri karena apabila dikonsumsi dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat yang mengkonsumsinya. Selain itu
air bersih belum tentu dapat di minum karena tidak selamanya air bersih
terbebas dari kuman ataupun bakteri sehingga pemilik warung makan harus
terlebih dahulu memasak air tersebut pada suhu 100°C agar kuman dapat mati dan
bisa digunakan untuk mengolah makanan yang menggunakan air. Apabila air yang
digunakan tidak memenuhi syarat baik secara fisik, kimia, mikrobiologi dan
radioaktif maka dapat menimbulkan suatu penyakit seperti diare dll.
3.
Pemeriksaan Timbal (Pb) pada Makanan
Jalangkote
Berdasarkan
pemeriksaan pb dan as yang dilakukan didapatkan hasil 0 hal tersebut
dikarenakan tidak adanya pencemaran terhadap jalangkote. Dalam proses
pembuatannya baik pada saat pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku,
pemrosesan, penyimpanan, pengangkutan hingga penyajian semua dilakukan dalam
keadaan yang baik dan bersih. Logam berat tersebut tidak terdapat pada makanan
dikarenakan bahan baku jalangkote seperti wortel, kentang, tepung, toge dll
tidak rentan terhadap pb dan as karena biasanya logam tersebut ditemukan pada
makanan yang berasal dari laut seperti ikan dan makan yang dipasarkan di
pinggir jalan (PKL) selain itu tempat pengolahan/rumah makan tersebut jauh dari
kegiatan industry sehingga tidak tercemar, begitupun dengan kondisi sanitasi
rumah makan cukup bersih.
4.
Pemeriksaan Arsen (As) pada Makanan
Jalangkote
Berdasarkan
pemeriksaan pb dan as yang dilakukan didapatkan hasil 0 hal tersebut
dikarenakan tidak adanya pencemaran terhadap kuah rawon. Dalam proses
pembuatannya baik pada saat pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku,
pemrosesan, penyimpanan, pengangkutan hingga penyajian semua dilakukan dalam
keadaan yang baik dan bersih. Logam berat tersebut tidak terdapat pada makanan
dikarenakan bahan baku kuah rawon seperti air, bawang goreng, daun bawang dll
tidak terhadap pb dan As selain itu
tempat pengolahan/rumah makan tersebut jauh dari kegiatan industry sehingga
tidak tercemar, begitupun dengan kondisi sanitasi rumah makan cukup bersih.
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Tingkat kebersihan alat makan dan alat masak yang telah diperiksa
menunjukkan angka kuman yang melebihi ambang batas sehingga tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan
2.
Dalam hal pengawasan, petugas belum melaksanakan tugas dengan baik
karena peralatan makan pada warung tersebut belum memenuhi persyaratan.
B.
SARAN
Sebaiknya setiap petugas pengawas makanan
lebih memperhatikan sanitasi setiap rumah makan agar sesuai dengan standar dan
untuk para pemilik rumah makan sebaiknya memperhatikan kebersihan setiap
bagian-bagian dari usahanya seperti pada saat pengolahan makanan, kebersihan
dapur dan personal hygiene agar makanan dan peralatan selalu dalam keadaan
bersih dan steril sehingga terhindar dari bahaya yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan bagi konsumen.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2010. Laporan Usap Alat Makanan. http://blogkesmas-unsoed.blogspot.com/2010/12/laporan-usap-alat-makanan.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2015
Tiksundari.
2013. Makalah sanitasi makanan. http://tiksundari.blogspot.com/2013/05/contoh-makalah-sanitasi-peralatan.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar